Bercermin dari sejarah
bangsa –bangsa, kita tentu masih ingat kejayaan kerajaan – kerajaan di masa
lampau. Yunani, Romawi, Persia, China, atau Mesir. Negara – negara itu
menaklukan wilayah yang sangat luas dengan menaklukkan penguasa – penguasa
lokal. Mengirim pasukan perang, mengambil budak, kemudian membentuk penguasa –
penguasa lokal yang tunduk pada penguasa pusat. Kemudian hasil bumi wilayah
taklukan dikirim ke pusat kerajaan. Ratusan tahun kemudian, sejarah kemudian
berulang. Era penjelajahan samudera mendorong negara – negara Eropa untuk
menjelajahi daerah – daerah baru; dengan tujuan mencari daerah penghasil hasi
bumi yang merupakan komoditas yang amat berharga pada masa itu. Segera,
Inggris, Portugis, Spanyol dan Perancis menaklukan daerah – daerah baru. Dengan
pola yang sama, menaklukan penguasa lokal. Hasil akhirnya: kekayaan alam daerah
jajahan dikirm ke benua Eropa, ke tempat penjajahnya berasal.
Pertanyaan besar yang
muncul: kenapa mereka menjajah bangsa lain? Jauh sebelum Adam Smith lahir,
insting untuk menguasai daerah lain dan kekayaan alamnya telah ada di benak
setiap manusia. Negara atau kerajaan yang menjajah pada umumnya telah mencapai tingkat
penguasaan ilmu pengetahuan yang tinggi, juga struktur sosial di masyarakat, ataupun
kehidupan beragama yang sudah mapan. Hal ini yang membawa mereka ke dalam
pemikiran bahwa merekalah yang sekarang berada di puncak piramida kekuasaan.
Bangsa lain berada lebih rendah derajatnya daripada mereka, dan karena itulah
mereka sah untuk ditaklukkan. Pemikiran ini kemudian bergeser ke arah ekonomi.
Mereka merasa bahwa merekalah yang berhak menempati puncak piramida ekonomi.
Maka segala sumber daya, kekayaan alam dan hasil bumi lainnya harus bermuara ke
kepentingan mereka. Dan karena hal tersebutlah maka mereka juga merasa harus
menyebarluaskan gagasan – gagasan tentang imu ekonomi yang ‘ditemukan” oleh
mereka. Ingat, teori – teori ekonomi yang banyak dipakai saat ini berasal dari
negeri Barat.